Mereka
adalah pengelana Asia Tengah. Bermodalkan kuda dan panah, Eropa pun
ditaklukkan. Para pelahir kekaisaran transbenua.
---------------------------
Menyebut nama Hun, Mongol, dan Turki memang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Meski muncul di tahun dan abad yang berbeda-beda, ketiga suku itu tetap dianggap satu darah dan serumpun. Begitulah menurut seorang sinolog asal Prancis, Joseph de Guignes. Ia mengatakan bahwa ketiganya berasal dari suku yang sama, Xiongnu. Xiongnu adalah suku di Asia Tengah yang kemudian membentuk kekaisaran berbatasan dengan Cina. Raja terkenalnya adalah Motun.
Meski tesis De Guignes ditertawakan, belakangan hal itu terbukti. Sifat nomaden dan suka berkelana, memanah dari atas kuda, berlaku beringas serta mempercayai shamanisme di masa-masa awal merupakan bukti-bukti yang tak dapat disangkal bahwa Hun, Mongol, dan Turki memang sedarah dan serumpun. De Guignes memang mendasarkannya pada bahasa-bahasa orang Xiongnu dengan Hun, Mongol, dan Turki yang ternyata memang sama. Selain melalui tesis De Guignes, bangsa-bangsa itu memang menyadari bahwa mereka sedarah dan serumpun. Orang Mongol mengakui orang Hun sebagai kerabat. Begitu juga orang Turki akan mengakui orang Mongol sebagai saudara jauh.
Menyebut nama Hun, Mongol, dan Turki memang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Meski muncul di tahun dan abad yang berbeda-beda, ketiga suku itu tetap dianggap satu darah dan serumpun. Begitulah menurut seorang sinolog asal Prancis, Joseph de Guignes. Ia mengatakan bahwa ketiganya berasal dari suku yang sama, Xiongnu. Xiongnu adalah suku di Asia Tengah yang kemudian membentuk kekaisaran berbatasan dengan Cina. Raja terkenalnya adalah Motun.
Meski tesis De Guignes ditertawakan, belakangan hal itu terbukti. Sifat nomaden dan suka berkelana, memanah dari atas kuda, berlaku beringas serta mempercayai shamanisme di masa-masa awal merupakan bukti-bukti yang tak dapat disangkal bahwa Hun, Mongol, dan Turki memang sedarah dan serumpun. De Guignes memang mendasarkannya pada bahasa-bahasa orang Xiongnu dengan Hun, Mongol, dan Turki yang ternyata memang sama. Selain melalui tesis De Guignes, bangsa-bangsa itu memang menyadari bahwa mereka sedarah dan serumpun. Orang Mongol mengakui orang Hun sebagai kerabat. Begitu juga orang Turki akan mengakui orang Mongol sebagai saudara jauh.
|
albrechtdurerblog.com
|
Dari
tesis De Guignes itulah perilaku ketiganya tergambar pada masa-masa penaklukkan
yang berawal dari stepa di Asia Tengah. Xiongnu, yang berarti budak jahat
sebagai nenek moyang mereka menurukan sikap kekuatan untuk berkelana dan
ditakuti oleh para penduduk non-nomaden. Xiongnu yang memulai peperangan
terhadap bangsa Han di Cina dan setelah tersebar ke berbagai stepa di Asia
Tengah perlahan mulai bangkit dalam bentuk Hun, Mongol, dan Turki. Bangsa Hun,
yang diperkirakan muncul pada 434-454 dengan rajanya Atilla, merupakan bangsa
nomaden pertama yang memulai penaklukkan dari Asia Tengah hingga Eropa Barat.
Bangsa ini merupakan kelompok pengganggu kekaisaran Romawi, yang merupakan
kekaisaran terbesar di Eropa dan Asia. Melalui Atilla, Hun menjadi bangsa yang
ditakuti para prajurit Romawi yang tidak terbiasa menghadapi para pemanah
sekaligus penunggang kuda yang beringas. Bangsa Hun juga menjadi penerus
Xiongnu yang mendirikan kekaisaran nomadik namun bersifat transbenua yang
membentang dari Asia Tengah hingga Sungai Rhine di Jerman yang menjadi batas
alami dengan Kekaisaran Romawi Barat. Di dalamnya juga termasuk Laut Baltik dan
Laut Hitam yang juga menjadi batas dengan Kekaisaran Romawi Timur atau
Byzantium. Sifat bangsa ini, yang menurut pandangan Romawi, barbar menjadi
kosakata negatif yang akan selalu dipertautkan ketika menyaksikan sesuatu yang
kejam dan tidak berperikemanusiaan. Sepeninggal Atilla, Hun yang bersatu di
bawahnya, perlahan-perlahan pecah dan memudar. Meski begitu bangsa Hun,
terutama Atilla, menjadi legenda yang pernah menaklukkan Eropa.
|
static.comicvine.com
|
Delapan ratus tahun kemudian, keturunan Xiongnu yang lain, Mongol, muncul. Adalah Temujin alias Jengis Khan, seorang anak penggembala yang berhasil menyatukan seluruh suku di Mongolia dan lantas membentuk Kekaisaran Mongol pada 1206. Sejak saat itu dimulailah penaklukkan oleh Mongol dari daratan Asia Tengah, Timur Tengah, lantas berlanjut ke Eropa. Sama seperti Hun, Mongol adalah bangsa pengelana yang mengandalkan kuda untuk berperang sambil memanah di atasnya. Panah Mongol ini sangat akurat dan mampu menghancurkan musuh. Hal itu juga didukung oleh stamina mereka yang mampu menjelajah hingga ribuan kilometer, baik individu maupun bergerombol. Inilah yang membuat yang diserang begitu terkejut, terutama di Eropa. Raja-raja di Polandia, Rusia, Hungaria, Ukraina, hingga Kroasia tak kuasa menahan serbuan Mongol yang diidentikkan sebagai penanda datangnya hari kiamat. Mereka menyerang, menghancurkan, menjarah, dan membunuh tanpa ampun. Menyebabkan ketakutan dan peringatan di seluruh Eropa sampai-sampai Paus harus berpikir untuk bertindak mengenai bangsa yang satu ini, yang dianggap keluar dari neraka dan barbar. Kemudian diajaklah bangsa ini bekerja sama oleh bangsa Frank untuk bersama-sama menghadap bangsa lain yang juga dianggap barbar, Saracen, dalam Perang Salib. Fisik Mongol yang bermata sipit dan berkulit kuning langsat menyebabkan pandangan general bagi orang Eropa untuk menyatakan Mongol dalam kesehatan (down syndrome) dan etnis dari Asia Timur-Tenggara (mongoloid).
www.google.co.id
Ketika
Mongol sedang berjaya dengan penaklukan-penaklukannya yang mengempaskan
beberapa peradaban seperti Persia, Abbasiyah, dan kerajaan-kerajaan di Eropa,
muncul lagi sebuah suku pengelana di Asia Tengah, Turki. Oleh para ahli mereka
disebut sebagai saudara jauh Mongol. Seperti Hun dan Mongol mereka juga berkuda
dan memanah serta mempunyai fisik dan stamina yang bagus. Orang-orang Turki ini
terbagi dalam beberapa suku. Sebagaimana halnya suku-suku pengelana di Asia
Tengah mereka juga menganut shamanisme. Kemunculan mereka dimulai pada abad
ke-6. Setelah sering bertempur dengan orang-orang Arab Muslim di Transoxiana
dan Khazar, bangsa ini memeluk Islam dan dijadikan tentara budak oleh
orang-orang Arab. Lantas ketika orang-orang Turki sudah mulai merasa kuat,
mereka memberontak terhadap tuannya dan mendirikan Kesultanan Mamluk yang
berpusat di Kairo, Mesir. Sebelumnya, pada 1037 suku Turki yang lain, Bani
Seljuk mendirikan kesultanan pertama Turki, Kesultanan Seljuk Raya yang
berpusat di Persia. Bani Seljuk inilah yang kemudian menjadi target orang-orang
Frank yang tergabung dalam tentara salib di Perang Salib. Kesultanan Seljuk
kemudian hancur oleh serangan Mongol. Beberapa suku yang di dalamnya tercerai
berai dan hanya menyisakan suku Usman. Dari Usmanlah terbentuk Kesulltanan
Usmaniyah pada 1299. Kesultanan Turki dan juga Islam inilah yang memulai ekspansi
hingga Eropa. Beberapa negara Eropa seperti Austria, Rumania, Yunani, dan
negara-negara Balkan menjadi wilayah kekuasaan Usmaniyah melalui
pertempuran-pertempuran sengit. Namun dari sekian ekspansi yang dilakukan,
penaklukan atas Konstantinopel menjadi penaklukan berpengaruh. Penaklukan yang
terjadi pada 1453 itu menandai berakhirnya kekuasaan Eropa (Byzantium) di
sekitar Laut Hitam dan Laut Marmara sehingga berdampak psikologis terhadap
orang-orang Eropa yang kemudian menyamakan Turki dengan Saracen sekaligus
membuat Eropa Barat waspada terhadap kekuatan Turki semenjak itu.
Para Pengelana di Masa Kini
Berganti zaman, berganti pula era kekuasaan. Para pengelana Asia Tengah yang mendirikan kekaisaran transbenua nomadik itu kini bernasib agak berbeda. Hun, setelah Kekaisaran Hun runtuh sepeninggal Atilla, tercerai-berai. Orang-orang yang diyakini masih keturunan Hun berada di Hungaria dan Bulgaria, dan menjadi kebanggaan nasional. Berbeda dengan Eropa Barat yang cenderung memusuhi dan menyamakannya dengan kekejaman. Mongol, kini hanya benar-benar di Mongolia, negara di Asia Timur yang berbatasan dengan Rusia. Namun beberapa diasporanya tersebar seperti di India, Rusia, Cina, negara-negara Asia Tengah. Khusus India, mereka bisa dikenal dengan nama Khan di belakang nama depan. Sedangkan Turki terpusat di Turki yang sebagian wilayahnya berada di Jazirah Anatolia pasca-runtuhnya Kesultanan Usmaniyah pada 1923. Namun Turki masih beruntung karena masih mempunyai segenggam wilayah di Eropa, tepatnya di Istambul.
Sumber: Wikipedia